Growth : fokus pada core competence adalah salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan. |
Update terbaru artikel-artikel menarik, renyah, dan inspiring tentang manajemen keuangan, akuntansi, karir bidang keuangan, dan personal finance pindah ke www.manajemenkeuangan.net
Dengan
omset dan laba besar itu, perusahaan menambah aset kendaraan dan melakukan investasi
ke beberapa bidang yang bukan core
competence-nya.
Namun
cerita di belahan dunia lain berbeda. Kondisi perekonomian global berubah.
Terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Permintaan batubara menurun.
Harga minyak dunia turun.
Beberapa
perusahaan yang bergerak di industri tambang pun berguguran. Rentetan kejadian
itu secara langsung maupun tidak langsung menyeret perusahaan yang ada kaitanya
dengan industri pertambangan.
Mereka
yang bermodal cekak berjatuhan. Demikian juga di perusahaan tempat saya
bekerja, pun mengalami kondisi sulit. Hal itu sebagai akibat dari kesulitan
keuangan yang dialami Bumi Resources yang merupakan partner bisnis utamanya.
Harga
saham BUMI pernah menyentuh angka Rp. 103. Padahal di tahun 2009 – 2010, saham-saham Grup Bakrie
begitu mendominasi volume perdagangan saham di BEI. Tahun 2009 BUMI
merupakan salah satu saham paling populer ketika itu, dimana data registrasi di
bulan tertentu di tahun 2009 menunjukkan bahwa BUMI dipegang oleh lebih dari
50,000 investor, baik individu maupun institusi, baik asing maupun lokal.
Mengingat jumlah investor saham ketika itu tidak sampai 300,000 orang di
seluruh Indonesia, maka kita bisa mengatakan bahwa, dari setiap 5 atau 6 pemain
saham di bursa, minimal ada satu orang yang pegang BUMI.
Namun sejak harga batubara mulai turun pada tahun 2012 lalu, BUMI
sudah kesulitan dalam membayar cicilan utangnya, hingga pada Juli 2013 lalu
BUMI terpaksa melepas sebagian sahamnya di PT Kaltim Prima Coal (KPC), untuk
membayar sebagian utangnya ke China Investment Corporation (CIC). Namun setelah
dua tahun harga batubara ternyata masih saja turun, dan per 31 Agustus 2015, hutang
BUMI mencapai hampir US$ 4 milyar.
Demikianlah,
kesulitan keuangan di BUMI pada akhirnya juga merembet ke partner-partnernya,
salah satunya adalah perusahaan tempat penulis bekerja.
Apa
pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa itu ?
Saat
kondisi sedang baik, omset besar, keuntungan besar, sumber pemasukan lancar
tugas kita adalah mempersiapkan diri bila kondisinya berubah paceklik.
Sebagaimana Nabi Yusuf mempersiapkan persediaan logistik untuk menghadapi masa
paceklik, demikian juga saat Nucor bertahan menghadapi masa sulit tanpa
pendapatan.
Belajar
dari perusahaan unggul kelas dunia seperti Google dengan salah satu produk andalannya +Google+, mereka selalu
fokus pada core competence-nya. Mereka
menginvestasikan lebih besar labanya untuk bidang yang sama.
Banyak
pemilik/pengelola usaha terlena dengan memperlakukan perusahaan sebagai cash cow. Laba banyak diambil sebagai
deviden atau diinvestasikan di luar bidang kompetensi yang telah menjadi sumber
laba.
Padahal
untuk menjadi perusahaan unggul kelas dunia, laba sebuah perusahaan harus
ditanamkan kembali ke perusahaan tersebut sebagai belanja modal. Bahkan untuk
tumbuh lebih kencang, selain laba juga dari pinjaman.
Seorang
ahli manajemen mengatakan bahwa mengelola perusahaan ibarat menanam pohon,
begitu tumbuh, daunnya bisa dipetik dan menghasilkan uang. Tapi jika setiap
daun tumbuh selalu dipetik, jangan berharap bisa menikmati buahnya. Petiklah
daun sesedikit mungkin. Bahkan kalau bisa jangan diambil dulu. Biarkan dia
tumbuh dan berbuah.
Bagaimana?
0 komentar:
Posting Komentar