Tiga April 2014 :
Di meja penerima tamu sebuah
kantor dinas pemerintahan yang katanya mengurusi pengusaha kecil dan
kawan-kawannya seorang anak muda dengan penuh percaya diri menyapa dan
menanyakan sesuatu tentang UMKM.
“ Selamat pagi “ sapanya.
“ Pagi, ada yang bisa kami bantu
“ balas petugas resepsionis.
Kemudian terjadilah perbincangan
yang hangat, dan sejurus kemudian anak muda itu keluar dari kantor pemerintahan
itu.
Esok harinya...
Anak muda itu datang kembali ke
kantor pemerintahan itu, sambil membawa map biru. Map yang berisi surat permohonan rekomendasi beserta
lampirannya. Selanjutnya map itu diserahkan ke petugas resepsionis.
Setelah memeriksa dan membaca isi
map, petugas resepsionis dengan wajah yang bersahabat memberikan nomor telpon
dan contact person. “ Nanti Bapak hubungi orang ini ya” sepatah kalimat
meluncur dari petugas.
Jum’at, 4 April 2014 jam 13.00-an
:
Sang calon pengusaha besar itu
menghubungi nomor telpon yang direkomendasikan. “ Pak X, belum ada di kantor
Pak” terdengar jawaban dari seberang telpon.
Senin, 7 April 2014 :
Dengan perasaan penuh harap dan
semangat 45, sang calon pengusaha besar itu untuk kedua kali-nya menghubungi
kantor pemerintahan itu, dan “yeah”, orang yang dituju ada, serta ingin
bertemu.
Selasa, 8 April 2014 :
Sang calon pengusaha besar dengan
Yamaha Vega butut-nya, melaju ke sebuah kantor pemerintahan di seputaran akses
jalan raya menuju bandara internasional. “ Seettt!” sesaat pedal rem diinjak. Helm dan jaket dilepaskan. Sejenak dirapikan
rambut dan pakaiannya.
“Pagi” sapanya kepada petugas
resepsionis. Setelah mengisi buku tamu dan mendapatkan keplek , dia bergegas ke kepala seksi UMKM. Perbincangan berjalan
dengan penuh kehangatan, semua pertanyaan dari kepala seksi dijawab dengan
panjang lebar. Berkali-kali kepala seksi menganggukan kepala, tanda kelaziman akan
sebuah kepahaman.
“Begini Mas, dinas ini hanya
membantu UMKM yang mempunyai produksi sendiri, sedangkan sampeyan kan ‘hanya’
makelar”
“ Makelar!” kata yang di dunia
tertentu dipandang sebelah mata, tapi biarkan saja. Toh hampir semua perusahaan
besar yang ada di dunia ini memisahkan produksi dengan marketing. Mereka memasarkan
produknya dengan menggunakan perusahaan distribusi, yang kata si kasi itu “makelar”
Oleh karena-nya UMKM ya tetap
UMKM, tidak maju-maju, karena mereka memang hanya membina UMKM yang memproduksi sendiri, padahal sebagus apapun
sebuah produk tanpa didukung dengan sistem pemasaran yang baik maka produk itu
tidak ada artinya.
Kami tidak tahu alasan dinas itu
hanya mau mengurusi UMKM yang memproduksi sendiri. Bila si kepala seksi di sebuah dinas
pemerintahan itu mengatakan bahwa sang calon pengusaha besar ‘hanya dikatakan
sebagai makelar’, sungguh sangat picik pandangan seperti itu, walaupun dia
berpendidikan tinggi.
Perusahaan-perusahaan raksasa
yang ada saat ini memisahkan antara produksi dan pemasaran. Pada umumnya mereka
mempunyai perusahaan distribusi sendiri atau yang dikatan oleh si kepada dinas
itu sebagai ‘makelar!’
Dan.... biarlah mereka hanya mengurusi UMKM
yang memproduksi sendiri..
“Lalu perhatikan apa yang akan
terjadi” kata Pak Mario Teguh di MTGW.
Tidakkah kita mengambil pelajaran
dari peristiwa sejarah, sejak Indonesia merdeka, mana ada usaha yang dibina
oleh dinas pemerintahan itu, yang berkembang menjadi perusahaan besar yang
berpengaruh di negeri ini?
Akhir dari cerita itu, setelah
menunggu satu bulan lebih, tepatnya tanggal 07 Mei 2014, sang calon pengusaha
besar itu tidak mendapatkan apa yang diminta-nya. Si kepala seksi itu
menyarankan untuk berkonsultasi di bagian yang mengurusi
konsultasi&pelatihan UMKM.
Apa yang diperoleh? Sedikit
pencerahan tentang sertifikasi sebuah produk, dan bila diikuti apa yang mereka
katakan, niscaya tidak jadi berbisnis. Sudut pandang mereka dari segi teori
memang benar, tapi dari kenyataan di lapangan tidak sepenuhnya benar, bahkan
jauuuuuhhhhhh. Dan berkali-kali sang calon pengusaha itu mengatakan bahwa itu
semua akan dilakukan seiring dengan proses bisnis-nya, “ saya memiliki
pengalaman sepuluh tahun lebih di perusahaan food and beverage kelas dunia”
demikian sang calon pengusaha besar itu menutup perbincangan.
***
Apa yang bisa diambil dari cerita
di atas? Sebagai calon pengusaha, jangan mudah menyerah menghadapi berbagai
tantangan yang ada. Bila satu pintu tertutup, cari alternatif lain! Jangan
terlalu mendengarkan perkataan orang lain, sekalipun orang itu katanya ‘pakar’.
Berdoa’a pada pemilik semuanya lalu terus berusaha!
Suatu waktu kita boleh sedih,
tapi segeralah bangkit!
Cool aja man, keep smile dan nikmati setiap prosesnya, kelak semua itu akan
menjadi cerita indah di saat yang lain. Dan ketika waktu itu tiba, jangan
membalas dendam terhadap keburukan yang pernah kita terima.
Atau coba cara kreatif seperti dalam artikel ini : Be Creative! atau yang ini : Ingin Memperbaiki, Masuklah!.
***