Kamis, 06 November 2014

Lanjut, berhenti, atau lanjut lagi...

Lanjut, berhenti, atau lanjut lagi



Membaca status seorang kawan di sebuah sosial media, seperti ini statusnya “ Berhenti atau lanjut.... “

Komentar pun bertebaran :
“ hidup adalah perjuangan, lanjutkan... “
“ tetep semangat bro, jangan berhenti memperjuangkan idealisme “
“ akan ada kemudahan setelah kesulitan “
... dan sederet komen lain.

Suatu peristiwa akan dirasakan luar biasa oleh orang yang menjalani. Misalnya bencana alamkemiskinan, atau kematian, bagi orang yang mengalami kematian adalah peristiwa luar biasa yang akan menentukan masa depannya, walaupun bagi orang lain kematian adalah sesuatu yang biasa.

Ada cerita lain di mana seorang kawan hari-harinya ceria, gaul, enjoy, fun, dan sering memberi petuah ke kawan lain saat menghadapi permasalahan dalam satu penggalan hidupnya. Suatu ketika  kawan satu ini tidak seperti hari-hari sebelumnya. Diam, murung, pandangan kosong, sedih, badan dan pakaian tak terus.
Kawan lain bingung dengan kondisi ini dan bertanya-tanya “ apakah gerangan yang sedang terjadi dengan kawan kita itu? “

Usut punya usut, belakangan baru diketahui ternyata kawan satu ini ditinggal pacarnya. “ Oooalah gitu ta “ gumam kawan lainnya sambil senyum-senyum simpul.

Kesimpulannya adalah yang paling tahu kondisi seseorang adalah dirinya sendiri. Makanya sungguh hebat seseorang yang bisa mengetahui secara tepat kondisi orang lain, bukan dibuat-buat, apalagi hanya sekedar untuk menyenangkan orang lain.

Demikian  juga dengan status yang ditulis salah seorang sahabat di media sosila tadi, hanya dia sendirilah yang paling tahu kondisi sebenarnya.

Kalau sekilas melihat aktivitas seorang kawan tersebut adalah seorang pengusaha baru. Kurang lebih baru satu tahun menggeluti suatu bisnis, dan sampai sekarang usahanya jalan di tempat. Saya tidak mengetahui secara pasti apa penyebab tidak berkembangnya bisnis itu.

Kondisi seperti itu mungkin saja menyebabkan kebimbangan, usaha itu akan terus dijalankan atau berhenti! Atau berhenti sejenak lalu dilanjutkan lagi! Sehingga statusnya bisa seperti ini “Lanjut, berhenti, atau lanjut lagi.. “

Dan daya resiliensi akan memegang peranan yang sangat vital agar seseorang bisa bertahan dan bangkit kembali dari keterpurukan.

***

Rabu, 29 Oktober 2014

Ingin memperbaiki dengan tuntas, masuklah!

Ingin memperbaiki dengan tuntas, masuklah



Hari Minggu 06 Oktober 2014 saya mencoba memperbaiki/menutup beberapa bagian atap rumah yang bocor. Saya menggunakan salah satu produk terkenal untuk menutup atap yang bocor itu. Dengan penuh percaya diri, pagi-pagi saya naik atap rumah, setelah bersusah payah, akhirnya sampai juga di atas atap.

Mata ini saya arahkan ke area-area yang mencurigakan. Sekilas tidak ada kebocoran. Akhirnya saya menutup beberapa area yang diperkirakan bocor. Sekali lagi ‘diperkirakan!’. Untuk hasil pastinya, tunggu saja saat hujan...hehehe.

Kenapa menggunakan perkiraan?karena tidak tahu area pastinya!

Kita mengetahui bahwa cara atau metode seperti itu tidak tepat. Kenapa?karena persentase keberhasilannya tidak diketahui.

Lalu bagaimana cara yang tepat?Apakah menunggu setelah ada kejadian?

***
Adanya aksi karena sebelumnya ada peristiwa sebagai penyebab. Sebagaimana cerita sederhana di atas. Saya melakukan perbaikan.menutup atap yang bocor karena ada atap yang bocor! Iya dong hehehe....

Bila kita ada di dalam rumah, area-area yang bocor sebenar dapat dengan mudah dideteksi. Langkah awal yang harus dilakukan adalah mendeteksi area-area itu, kemudian perbaikan bisa dilakukan dari luar dengan naik ke atas atap. Cara seperti ini relatif lebih tepat dibandingkan dengan yang saya lakukan. Alternatif yang lain bisa Anda coba.

Apakah cara seperti ini bisa digunakan untuk hal lain?Bisa, misalnya untuk mencegah kebocoran dana di instansi swasta maupun negara. Masuklah, lalu analisa, dan selanjutkan lakukan aksi menutup kebocoran itu! Kreatiflah dalam mencari solusi.

Bisa jadi ketika kita sudah masuk, akan banyak permasalahan yang harus diselesaikan, belum lagi mungkn saja kita ikut ‘kecipratan’ kotoran. Itu resikonya dan menurut saya gak apa-apa, dari pada kita hanya bisa berkoar-koar dari luar tanpa bisa memberikan solusi yang tuntas untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi. Bukankah kita diberi kemampuan untuk memilih?

Bagaimana dengan Anda?

***  

Selasa, 28 Oktober 2014

Ceruk Pasar Usaha Makanan

Ceruk Pasar Usaha Makanan



Minggu sore iseng jalan-jalan seputaran kota. Di salah satu sudut ada sebuah outlet yang menjual salah satu makanan ter-populer saat ini, yaitu ayam goreng. Sangat banyak kan yang menjual produk itu, dari outlet kelas internasional sampai kelas personal.

Pasar di area itu seakan-akan sudah jenuh!

Tapi di balik ‘kejenuhan’ itu masih ada pengusaha yang dengan jeli bisa memanfaatkan peluang.  Membuat atau memanfaatkan ceruk pasar yang ada dengan maksimal.  Hasilnya? Woww.... sangat mencengangkan! Paling tidak bila sekilas dilihat dari ramai-nya outlet itu.

Beberapa perbedaan dari outlet yang lain adalah dari segi harga, layanan, kebersihan, dan yang tak kalah pentingnya adalah kualitas produk yang dijual.

Apakah pemilik outlet tersebut sebelum membuka usaha sudah mempelajari konsep Blue Ocean Strategy yang di perkenalkan oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne dalam bukunya dengan judul yang sama, yaitu Blue Ocean Strategy.? Bisa jadi sudah, atau belum.

Blue Ocean Strategy merupakan sebuah strategi untuk melepaskan kita dari sebuah kondisi yang disebut Red Ocean (Lautan Merah). Kondisi Red Ocean adalah sebuah kondisi dimana terjadi persaingan yang sangat ketat untuk mendapatkan pasar yang sama dengan kompetitor.  Yang membuat Red Ocean ini menjadi  kompetisi sengit adalah karena yang terjadi pada pasar tersebut, permintaan lebih sedikit dari pada penawaran. Akibatnya persaingan dengan kompetitor menjadi sangat ketat dan bisa saja antar pesaing saling menghancurkan.

Pada Blue Ocean kondisinya berbanding terbalik dengan Red Ocean. Disini persaingan nyaris tidak ada, karena diawali dengan berani tampil beda tadi.  Karena sudah tergolong beda dengan kompetitor sebelumnya, sehingga pasar yang tertarik dengan produk kita tergolong khusus juga. Inilah yang menyebabkan permintaan menjadi lebih tinggi.

Pelajaran yang bisa diambil dari outlet itu adalah bagaimana pun kondisinya, sebagai pengusaha harus berusaha memanfaatkan ceruk-ceruk peluang yang ada untuk menumbuhkan usaha kita. be creative!

Bagaimana pendapat Anda?


***

Jumat, 10 Oktober 2014

Cara Mengundang Orang

Cara Mengundang Orang



Kenapa saat weekend orang Jakarta suka ke Puncak dan Bandung
Kenapa saat weekend orang Surabaya suka ke Malang, Batu, Tretes, Trawas?
Kenapa saat weekend orang Semarang suka ke Bandungan?

Dan seterusnya....

Saya tidak akan membahas kenapa mereka suka ke tempat-tempat itu, bisa jadi karena udara yang sejuk, banyak tempat berbelanja, banyak tempat nongkrong&kongkow-kongkow dsb....

Saya akan melihat dari sisi bisnis-nya, kenapa? Ya agar bisa memanfaatkan kondisi itu untuk meraup uang, hehehe... iya kan? Sekali-kali kita boleh sekedar jalan-jalan seperti mereka, tapi kan akan lebih bermanfaat jika dalam jalan-jalan itu bisa gratis dan memperoleh uang.

Ada sebuah kalimat “ di setiap kerumunan manusia, di situ selalu ada uang ”
Benarkah? Buktikan saja!

Bila kita amati di tempat-tempat tujuan weekend itu tumbuh berbagai bisnis yang secara umum berkembang dengan pesat. Ada bisnis kuliner, penginapan, rental mobil, dan lain-lain. Wong bisnis makanan seperti ketan saja bisa berkembang dengan pesat.

Coba ketika Anda berkunjung ke Batu, Malang dan beli ketan khas sana, berapa waktu untuk antri? Atau ketika Anda ingin membeli oleh-oleh khas Bandung, Malang, atau Sidoarjo seperti olahan hasil laut; Teri Nasi Goreng hampir semuanya laku keras dan semakin berkembang.

Apakah ditempat lain tidak ada? Kalau oleh-oleh sejenis mungkin ada, tapi ada hal-hal yang tidak bisa ada di tempat lain, seperti udara yang sejuk, panorama yang indah. Itu yang membedakan, dan itulah hal-hal yang mengundang orang untuk datang!

Oleh karena itu, carilah hal-hal yang menjadi penyebab orang datang? Semakin banyak orang yang datang, maka semakin besar dan banyak peluang bisnis yang bisa digarap.

Bagaimana pendapat Anda?

Thanks

Artikel menarik lain yang bisa Anda baca :
Karena Hidup Menarik atau yang ini : Bila Anda Sudah Bosan dengan Kemiskinan 




Senin, 29 September 2014

Mau ber-wirausaha, uang itu perlu!

Mau ber-wirausaha, uang itu perlu




Sering kita mendengar, membaca, atau ikut seminar yang menyebutkan bahwa untuk memulai usaha, tidak perlu uang! Woww, sangat menggugah!

Tapi kenyataannya tidak seperti itu, gak percaya? Coba aja!

Bedanya adalah jumlah uang yang dibutuhkan. Misalnya Anda memulai usaha sebagai makelar, itu pun membutuhkan uang! Untuk menemui orang, perlu biaya transport. Atau iklan-kan saja di situs gratis di internet, so bagaimana internetnya?gratiskah?bisa jadi, lalu tool-nya?gratiskah?
Iya kan.

Atau misalnya kita ambil barang dulu lalu dijual kembali. Biaya angkutnya? Butuh uang kan?

Bila kita sudah bertekad untuk ber-bisnis, jangan ber-mindset gratis, nanti hasilnya juga gak jelas. Gak percaya? Coba saja.

Boleh-lah sekali-kali kita ikut seminar motivasi dengan tujuan untuk mendapatkan insight, bersosialisasi, dan  memperluas jaringan, serta sudah bosan dengan kemiskinan tapi bersikaplah bijak.

Walaupun kita tahu bahwa bisnis itu selalu ada hitungannya. Tapi selalu ada faktor X yang di luar kuasa kita. Bukankah tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. So apa kita ingin terus mencari yang gratis-gratis?
Mau ngobrol? Monggo ngobrol sambil ngopi di warkop gak usah di mal.

Bagaimana pendapat Anda?

Barangkali ingin membuka wawasan mengenai ide-ide bisnis, baca artikel berikut :
1. Kuliner Padang ; Cara Buat Sambal Ijo yang Maknyus
2. Bisnis Makanan Hasil Laut 
3. Tips Bisnis Makanan Laut : Cara Sederhana Menggoreng Teri


***